Mimpi Tidak Selalu Nyata. Tapi Kenyataan Bermula Saat Kamu Bermimpi.

Mimpi Tidak Selalu Nyata. Tapi Kenyataan Bermula Saat Kamu Bermimpi . . . .

Monday, 28 March 2016

Warna-Warna Kembang Api dari Sudut Pandang Kimia

Ø  Merah 
Warna merah berasal dari garam-garam stronsium dan litium. Litium karbonat memberikan warna merah, sedangkan stronsium karbonat memberikan warna merah terang.
Ø  Orange
Warna orange berasal dari garam-garam kalsium, seperti kalsium klorida dan kalsium sulfat.
Ø  Kuning emas
Warna kuning emas berasal dari incandescende besi-karbon dan arang.
Ø  Kuning
Warna kuning berasal dari persenyawaan natrium nitrat kriolit.
Ø  Putih neon
Warna putih neon berasal dari magnesium, aluminium, dan barium oksida
Ø  Hijau
Warna hijau berasal dari senyawa barium+klorin
Ø  Biru
Warna biru berasal dari persenyawaan tembaga dan klorin. Tembaga asetoarsenit menghasilkan warma biru, sedangkan tembaga klorida menghasilkan warna biru pirus.
Ø  Ungu
Warna ungu berasal dari campuran senyawa-senyawa stronsium (merah) dan tembaga (biru).
Ø  Perak

Warna perak berasal dari pembakaran aluminium, titanium, atau magnesium powder.

Thursday, 17 March 2016

Bagaimana Larutan Buffer Bekerja?


Larutan Buffer adalah larutan yang dapat mempertahankan pH apabila ditambahkan sedikit asam atau basa. Apabila ditambahkan basa kuat atau basa kuat maka akan terjadi reaksi berikut :
Ditambah Asam kuat  : Garam + Asam kuat à Asam Lemah
Ditambah Basa kuat    : Asam lemah + Basa kuat à Garam
Untuk memahami cara kerja pada larutan buffer, dapat diperhatikan contoh berikut:
Soal     :
Suatu larutan buffer dibuat dengan cara mencampurkan 0,25 mol CH3COOH dan 0,25 mol CH3COONa. Berapa pH dari larutan buffer tersebut? Berapa pH dari larutan buffer tersebut  setelah ditambah 1,00 ml HCl 12,00 M? Berapa pH dari larutan buffer tersebut apabila ditambahkan 1,00 ml NaOH 6,00 M? Ka=1,8 x 10-5
Penyelesaian    :
1.      Untuk pertanyaan pertama, bisa langsung menggunakan persamaan larutan buffer:
[H+] = Ka x ([As]/[G])      dimana As merupakan mol asam lemah dan G merupakan mol                                       garam.
[H+]           = 1,8 x 10-5 x (0,25/0,25)
                  = 1,8 x 10-5 M
pH             = - log [H+]
                  = - log 1,8 x 10-5
                        = 5 – log 1,8
                  = 5 – 0,26
                  = 4,74
2.      Untuk pertanyaan kedua, apabila ke dalam larutan buffer tersebut ditambahkan asam kuat HCl, maka HCl tersebut akan bereaksi dengan garam CH3COONa menghasilkan asam lemah.
HCl           +          CH3COONa   à        CH3COOH     +          NaCl
12 mmol                12 mmol                      12 mmol                      12 mmol
Jadi, mol CH3COOH setelah penambahan HCl adalah 12 mmol. Sehingga mol total CH3COOH adalah penjumlahan mol sebelum penambahan HCl dengan mol setelah penambahan HCl.
Mol total CH3COOH        = 0,25 mol + 12 mmol
                                          = 250 mmol + 12 mmol
                                          = 262 mmol
Untuk garam CH3COONa, mol awalnya adalah 0,25 mol. Akan tetapi, karena penambahan asam kuat HCl, maka sebanyak 12 mmol garam CH3COONa bereaksi dengan asam kuat HCl seperti reaksi di atas. Sehingga mol total garam CH3COONa adalah mol sebelum penambahan HCl dikurangi mol sesudah sesudah penambahan HCl (mol yang bereaksi dengan HCl).
Mol total CH3COONa      = 0,25 mol – 12 mmol
                                          = 250 mmol – 12 mmol
                                          = 238 mmol
Setelah mengetahui mol total asam lemah CH3COOH dan garam CH3COONa, pH setelah penambahan HCl dapat dihitung.
pH = pKa + log ([G]/[As]             dimana pKa adalah pH sebelum penambahan HCl, G                                                     adalah mol garam dan As adalah mol asam.
pH             = 4,74 + log (238 mmol/ 262 mmol)
                  = 4,74 + log 0,908
                  = 4,74 – 0,0419
                  = 4,6981

3.      Untuk pertanyaan ketiga, apabila ke dalam larutan buffer tersebut ditambahkan basa kuat NaOH, maka NaOH tersebut akan bereaksi dengan asam lemah CH3COOH menghasilkan garam.
NaOH       +          CH3COOH     à        CH3COONa    +          H2O
6 mmol                  6 mmol                        6 mmol                        6 mmol
Jadi, mol CH3COOH setelah penambahan basa kuat NaOH adalah mol CH3COOH yang bereaksi dengan NaOH tersebut. Sehingga mol total CH3COOH adalah mol CH3COOH sebelum penambahan NaOH dikurangi mol CH3COOH setelah penambahan NaOH.
Mol total CH3COOH        = 0,25 mol – 6,00 mmol
                                          = 250 mmol – 6,00 mmol
                                          = 244 mmol
Untuk  garam CH3COONa, mol sebelum penambahan NaOH adalah 0,25 mol dan setelah penambahan NaOH berdasarkan reaksi di atas, mol CH3COONa menjadi 6 mmol. Sehingga mol total CH3COONa adalah mol sebelum penambahan NaOH  ditambah mol setelah penambahan NaOH.
Mol total CH3COONa      = 0,25 mol + 6,00 mmol
                                          = 250 mmol + 6,00 mmol
                                          = 256 mmol
Setelah mengetahui mol total asam lemah CH3COOH dan garam CH3COONa, pH setelah penambahan NaOH dapat dihitung.
pH = pKa + log ([G]/[As]             dimana pKa adalah pH sebelum penambahan HCl, G                                                     adalah mol garam dan As adalah mol asam.
pH             = 4,74 + log (256 mmol/244 mmol)
                  = 4,74 + log 1,049
                  = 4,74 + 0,0207
                  = 4,7607
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penambahan sedikit asam kuat atau basa kuat pada larutan buffer (penyangga) dapat mempertahankan pH (kalaupun ada perubahan, nilainya sangatlah kecil. Apabila ditambah asam kuat, pH akan turun sedikit dan apabila ditambah basa kuat, pH akan naik sedikit).
Kemampuan larutan buffer ini dapat dibandingkan dengan larutan lain (bukan larutan buffer), misalnya air. Apabila air dalam jumlah yang sama dengan larutan buffer, katakan saja 1000 ml seperti contoh diatas, ditambahkan sedikit asam kuat (1 ml HCl 6,00 M) maka pH nya akan berubah sebagai berikut:
H2O (l)      +          NaOH(s)         à        NaOH (aq)
Jika pH awal air 7 (netral), maka setelah ditambah NaOH(s) dan menjadi NaOH(aq) maka pHnya adalah :
pH             = 14-pOH
pH                         = 14 – log (6 x 1)
                  = 14 – 0,77
                  = 13,23



Mengapa elektron pada kulit terluar paling mudah lepas?


Berdasarkan aturan aufbau, dalam penyusunan konfigurasi elektron, pengisian orbital dimulai dari tingkat energi yang lebih rendah kemudian ke tingkat energi yang lebih tinggi. Sebagai contoh, unsur Nikel mempunyai konfigurasi elektron sebagai berikut:
1s2, 2s2, 2p6,3s2,3p6,4s2,3d8
Orbital yang terisi paling terakhir adalah 3d, karena mempunyai tingkat energi yang paling tinggi. Akan tetapi, apabila unsur tersebut membentuk ion positif, misalkan Ni2+, maka elektron yang akan dilepaskan adalah elektron pada orbital 4s, bukan elektron pada orbital 3d yang terisi paling terakhir.
Hal demikian dapat dijelaskan dengan konsep muatan efektif. Muatan efektif adalah keberadaan elektron lain di sekitar inti atom yang melindungi suatu elektron dari muatan inti atom. Persamaan untuk menghitung muatan efektif adalah sebagai berikut :
Z* = Z – ϭ
Dimana Z*= muatan efektif, Z = nomor atom dan ϭ = shielding
Untuk menentukan besarnya muatan efektif dan shielding, dapat digunakan aturan Slater berikut ini :
Ø  Konfigurasi elektron disusun dengan aturan : (1s), (2s,2p), (3s,3p), (3d), (4s,4p), (4d), (5s,5p), dan seterusnya. Orbital s dan p pada kulit (n) yang sama dijadikan satu kecuali orbital 1s dan orbital d disendirikan.
Ø  Elektron di sebelah kanan (luar) tidak melindungi suatu elektron dari tarikan inti.
Ø  Untuk orbital s dan p,
-          Elektron lain dalam satu kulit memberikan nilai ϭ sebesar 0,35 (pengecualian untuk orbital 1s memberikan nilai ϭ sebesar 0,30).
-          Setiap elektron di n-1 (di sebelah kirinya) memberikan nilai ϭ sebesar 0,85
-          Setiap elektron di n-2 dan seterusnya (di sebelah kirinya) memberikan nilai ϭ sebesar 1,00
Ø  Untuk orbital d,
-          Setiap elektron pada n yang sama memberikan ϭ sebesar 0,35
-          Setiap elektron pada n di sebelah kirinya (n-1 dst) memberikan ϭ sebesar 1,00
Sebagai contoh, konsep muatan efektif tersebut dapat digunakan untuk mengetahui alasan mengapa orbital 4s pada unsur Nikel akan terlepas lebih dulu apabila membentuk ion positif Ni2+. Langkah pertama, ditentukan muatan efektif (Z*) untuk masing-masing orbital.
Z*(1s)     = Z- ϭ
            = 28 – {(1 x 0,30)}
            = 28 – 0,30
            = 27,7
Z*(2s)    = Z- ϭ
            = 28 – {(7 x 0,35) + (2 x 0,85)}
            = 28 – 4,15
            = 23,85
Z*(2p)    = Z- ϭ
            = 28 – {(7 x 0,35) + (2 x 0,85)}
            = 28 – 4,15
            = 23,85
Z*(3s)    = Z- ϭ
            = 28 – {(7 x 0, 35) + (8 x 0, 85) + (2 x 1)}
            = 28 – 11,25
            = 16,75
Z*(3p)     =  Z- ϭ
            = 28 – {(7 x 0, 35) + (8 x 0, 85) + (2 x 1)}
            = 28 – 11,25
            = 16,75
Z*(3d)    = Z- ϭ
            = 28 – {(7 x 0,35) + (18 x 1)}
            = 28 – 20,45
            =7,55
Z*(4s)    = Z- ϭ
            = 28 – {(1 x 0,35) + (16 x 0,85) + (10 x 1)}
            = 28 – 23,95
            = 4,05
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, orbital 4s memiliki muatan efektif yang paling kecil (lebih kecil juga dibandingkan 3d), sehingga tarikan inti terhadap elektron yang berada pada orbital tersebut juga paling lemah. Akibatnya, elektron tersebut akan mudah dilepas.